Unjuk rasa pro Palestina di London, Inggris, Sabtu (5/10/2024). Mereka meneriakkan penghentian genosida Israel di jalur Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 42.000 jiwa menurut Kementerian Kesehatan Gaza. (Foto:The Jerusalem Post)
MAKLUMAT — Agresi militer Zionis Israel di Jalur Gaza tepat berlangsung setahun, terhitung 7 Oktober 2023 hingga hari ini, 7 Oktober 2024. Ternyata berdampak cukup serius bagi perekonomian dan berpotensi membawa Negeri Bintang David ke ambang kehancuran.
Ekonom politik Israel, Shir Hever memperingatkan, miliaran dolar yang dihabiskan untuk menghancurkan Gaza dan rakyat Palestina mungkin akan menjadi beban yang terlalu berat bagi perekonomian Israel.
Dilansir Kantor Berita Anadolu Ajansi pada Senin (7/10/2024) Hever menyebut saat ini tidak ada tanda-tanda pemulihan, indikator-indikator ekonomi menunjukkan penurunan drastis, dengan investasi asing yang mengering, pariwisata yang menurun tajam, dan eksodus besar-besaran warga.
“Krisis ekonomi ini hanya akan semakin memburuk. Tidak ada prospek pemulihan,” kata Hever dalam sebuah wawancara.
Pernyataan Hever sejalan dengan analisis mantan kepala ekonom di Kementerian Keuangan Israel, Yoel Naveh, yang menekankan bahwa pemerintah harus mengambil tindakan segera untuk menghindari ancaman krisis keuangan yang kian mendekat.
“Jika kita tidak bertindak, ekonomi Israel akan terjerumus dalam resesi yang lebih dalam, yang pada gilirannya akan mengancam keamanan nasional negara ini,” ungkap Naveh.
Biaya Perang Tak Terkendali
Dampak ekonomi akibat agresi Israel di Gaza, sejak 7 Oktober 2023 lalu, diperkirakan melebihi $67 miliar atau sekitar Rp1.040 triliun, menurut perkiraan para ekonom Israel pada Bulan Agustus ini.
Bank Israel mengumumkan pada Bulan Mei, biaya perang tersebur akan terus melonjak hingga 250 miliar shekel atau sekitar Rp1.040 triliun, menjelang akhir tahun. Sementara pertumbuhan ekonomi Israel sendiri hanya berada di angka 0,7 persen pada kuartal kedua tahun 2024, jauh di bawah proyeksi pertumbuhan sebesar 3 persen yang diharapkan oleh analis Bursa Saham Tel Aviv.
Hingga Agustus 2024, rasio defisit anggaran terhadap PDB telah mencapai minus 8,3 persen, meningkat dari minus 7,6 persen pada Juni, minus 6,2 persen pada Maret, dan minus 4,1 persen pada Desember 2023.
Pada bulan Agustus saja, defisit anggaran tercatat sebesar 12,1 miliar shekel atau sekitar Rp56 triliun.
“Biaya hidup terus meningkat. Inflasi meroket, dan nilai mata uang Israel terus menurun. Semua ini menyebabkan standar hidup masyarakat menjadi lebih rendah,” kata Hever.
Krisis di Pasar Tenaga Kerja dan Eksodus Warga Israel
Situasi semakin memburuk dengan hilangnya lebih dari 85.000 orang dari angkatan kerja dan sekitar 250.000 orang yang kehilangan pekerjaan serta tempat tinggal akibat dampak perang.
Hever menekankan bahwa eksodus warga Israel ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah negara tersebut.
“Orang-orang sekarang membeli tiket satu arah hanya untuk melindungi keluarga mereka. Ketika mereka melakukannya, ini menunjukkan bahwa mereka yang tersisa di sini merasa negara ini menuju kehancuran,” jelas Hever.
“Kisah lengkapnya adalah bagaimana pandangan masyarakat terhadap masa depan. Banyak orang tidak percaya bahwa ada masa depan bagi negara Israel. Orang-orang tidak mau berinvestasi, tidak mau mencari pekerjaan, dan bahkan tidak mau membesarkan anak-anak mereka di sini,” imbuh Hever.
Kehancuran Sektor Bisnis dan Teknologi
Lebih dari 46.000 bisnis telah bangkrut, bahkan sejumlah perusahaan besar juga merasakan dampaknya. “Pelabuhan Eilat, satu-satunya pelabuhan Israel di Laut Merah, juga telah bangkrut,” kata Hever.
“Pariwisata di Israel kini berada di titik terendah. Tidak ada wisatawan yang datang. Secara keseluruhan, investasi internasional di Israel hampir tidak ada,” sambungnya.
Sektor teknologi tinggi, yang sebelumnya menjadi tulang punggung ekonomi Israel, kini berada di bawah tekanan yang besar.
“Perusahaan-perusahaan teknologi berusaha untuk merelokasi operasi mereka. Mereka tidak yakin pekerja mereka akan aman dari panggilan dinas militer, dan mereka khawatir bahwa kondisi ekonomi dan politik tidak stabil,” ungkap Hever.
Contohnya, perusahaan keamanan siber Wiz, yang sebelumnya berusaha untuk diakuisisi oleh Google senilai $23 miliar (sekitar Rp360 triliun), mengalami pembatalan kesepakatan akibat kondisi yang tidak menguntungkan. Hal ini menggambarkan betapa rapuhnya kepercayaan internasional terhadap ekonomi Israel.
Sanksi Internasional
Krisis ekonomi Israel juga diperburuk oleh gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) yang semakin meluas. Hever mencatat Israel kini berada di tahap akhir sanksi internasional.
“Ketika pemerintah negara lain menyatakan mereka tidak dapat melanjutkan perdagangan dengan negara yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, kita tahu bahwa ini adalah tahap akhir,” katanya.
Keputusan Mahkamah Internasional pada 19 Juli yang menyatakan, pendudukan Israel di wilayah Palestina melanggar hukum internasional, yang semakin menambah tekanan pada ekonomi Israel.
“Israel tidak dapat mengimpor bahan untuk infrastruktur kecuali mereka dapat membuktikan bahwa itu tidak akan digunakan untuk tujuan militer atau untuk pemukiman ilegal,” kata Hever.
“Jika orang-orang berpikir bahwa mungkin untuk memiliki sistem ekonomi yang berfungsi di mana barang-barang dual-use dilarang, itu adalah ilusi. Ekonomi Israel akan runtuh di bawah sanksi internasional sampai mereka mengakui tuntutan hukum internasional,” tambahnya.
Baca juga:
Setahun Konflik Gaza (1): Serangan Membabi Buta…
Setahun Konflik Gaza (2): Kebrutalan Zionis Israel…
Setahun Konflik Gaza (3): Zionis Israel Serang Rafah…
Demonstrasi pro Palestina di depan Gedung Putih, Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (5/10/2024). (Foto:AP News)
1 Tahun Perang Gaza, Demonstrasi Pro-Palestina Menggema di Seluruh Dunia
Puluhan ribu orang turun ke jalan di kota-kota besar di seluruh dunia mengutuk operasi militer Israel di Gaza yang berkepanjangan dan semakin brutal. Demonstrasi di berbagai negara tersebut terjadi pada Sabtu (5/10/2024) dan Ahad (6/10/2024) jelang satu tahun agresi Israel di Gaza.
Di Filipina, puluhan aktivis sayap kiri berunjuk rasa di dekat kedutaan AS di Manila, di mana polisi mencegah mereka mendekati kompleks tepi pantai.
Di Cape Town di Afrika Selatan, ratusan orang berjalan ke parlemen, meneriakkan: “Israel adalah negara rasis!” dan “Kami semua orang Palestina!” Pawai pro-Gaza juga terjadi pada Sabtu (5/10/2024) lalu di Johannesburg dan Durban.
Di Caracas, ratusan demonstran pro-Palestina berunjuk rasa di luar markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Venezuela, sambil membawa bendera Palestina berukuran raksasa. Mereka menyampaikan petisi kepada PBB yang menyerukan diakhirinya genosida terhadap warga Palestina.
Di Roma, Italia, aparat kepolisian menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa pro Palestina, saat demonstrasi mereka berubah menjadi kekerasan.
Ribuan orang berdemonstrasi meneriakkan “Bebaskan Palestina, Bebaskan Lebanon!” Mereka melambaikan bendera Palestina dan membentangkan spanduk yang menyerukan agar konflik segera dihentikan.
Di London, sekitar 40.000 demonstran pro-Palestina berbaris melalui pusat Kota London pada Hari Sabtu (5/10/2024), salah satu demonstrasi terbesarnya dalam setahun.
“Sayangnya, terlepas dari semua niat baik kami, pemerintah Israel tidak memperhatikan, dan mereka terus melanjutkan kekejaman mereka di Gaza, sekarang juga di Lebanon dan Yaman, dan mungkin juga di Iran,” kata seorang demonstran di London, Agnes Kory, kepada Reuters.
“Dan pemerintah kami, pemerintah Inggris kami, sayangnya hanya sekadar basa-basi dan terus memasok senjata ke Israel,” sambungnya.
Di Prancis, ribuan orang berbaris di Paris, Lyon, Toulouse, Bordeaux, dan Strasbourg untuk menyatakan solidaritas dengan Palestina. Orang-orang mengambil bagian dalam unjuk rasa yang diselenggarakan oleh asosiasi France Palestine Solidarite (AFPS) untuk mendukung rakyat Palestina, di Paris, pada Sabtu (5/10/2024).
Di Madrid, Spanyol, tak kurang dari 5.000 orang bergabung dalam protes pro-Palestina, mereka membawa plakat bertuliskan pesan seperti ‘Boikot Israel!’
Sementara itu di Washington, lebih dari 1.000 pengunjuk rasa berdemonstrasi di luar Gedung Putih pada Hari Sabtu (5/10/2024), menuntut AS berhenti menyediakan senjata dan bantuan kepada Israel.
Kantor berita AFP melaporkan, seorang pria mencoba membakar dirinya sendiri dalam protes tersebut, berhasil membakar lengan kirinya sebelum orang-orang yang lewat dan polisi memadamkan api,
Di kota Hamburg, Jerman, sekitar 950 orang menggelar demonstrasi damai dengan banyak orang mengibarkan bendera Palestina dan Lebanon atau meneriakkan ‘Hentikan Genosida!’
Demonstrasi serupa juga terjadi di Dublin Irlandia, di Hamburg Jerman, di Basel Swiss, di Athena Yunani, termasuk di Indonesia di mana ribuan massa berkumpul mengutuk genosida Israel.
Merujuk Kementerian Kesehatan Gaza, sejak 7 Oktober 2023 lebih dari 42.000 korban jiwa jatuh dan lebih dari 96.844 lainnya terluka. Mayoritas adalah warga sipil Palestina, dan sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
Dukungan kuat dari negara-negara Barat terhadap Israel menimbulkan pertanyaan tentang kepedulian kemanusiaan dalam konflik ini.
Selain itu, diperkirakan 2,3 juta penduduk terimbas mengungsi, yang telah menjadi sasaran kelaparan dan penyakit yang meluas. Menyebabkan tuduhan genosida terhadap Israel oleh beberapa negara di Mahkamah Internasional.
The post Setahun Konflik Gaza (4): Beban Ekonomi Israel, Hingga Unjuk Rasa Pro Palestina di Berbagai Negara appeared first on Maklumat untuk Umat.