MAKLUMAT – Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Mulai dari Facebook, Instagram, X, TikTok, hingga WhatsApp, hampir setengah populasi Indonesia kini aktif di berbagai platform ini.
Namun, dengan semakin luasnya penggunaan media sosial, perlunya edukasi dalam menggunakan platform ini dengan bijak juga semakin mendesak.
M. Husnaini, Ph.D., dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) dan anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DI Yogyakarta, menyampaikan hal ini saat diundang berbicara di sebuah stasiun radio di Yogyakarta, belum lama ini.
“Media sosial adalah alat komunikasi yang canggih, tetapi penggunaan teknologi ini harus diiringi dengan moralitas tinggi. Jangan sampai teknologi modern ini justru membuat kita terjerumus dalam fenomena high tech low touch—teknologi tinggi namun rendah moral,” ujar Husnaini seperti dimuat Suara Muhahammadiyah, dikutip Kamis (7/11/2024).
Ia menekankan pentingnya menjadi konsumen yang bijak. Jangan sampai unggahan atau komentar di platform menjadi sumber masalah atau bahkan petaka.
Sebagai contoh, Husnaini menyoroti berbagai cara positif menggunakan media sosial. Seorang guru besar rutin menulis artikel di Facebook hingga berhasil meraih rekor MURI, sementara seorang mahasiswi di Malaysia kreatif mengunggah peta konsep Al-Qur’an.
Bahkan, sebuah grup WhatsApp secara khusus membagikan tips penyembuhan untuk para penderita diabetes. Menurut dia, penggunaan media sosial yang bermanfaat ini adalah contoh dari jariah positif yang bisa terus mengalir manfaatnya.
Namun, Husnaini mengingatkan bahwa unggahan di media sosial bisa menjadi “harimau” bagi penggunanya. “Sudah banyak kasus pidana bermula dari status atau komentar negatif. Maka, penting sekali untuk berhati-hati dalam berucap atau menulis di platform ini,” katanya.
Microsoft pernah merilis laporan Digital Civility Index (DCI) tahun 2020 yang menyebutkan bahwa tingkat kesopanan digital masyarakat Indonesia adalah yang terendah di Asia Tenggara. Padahal, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
Berbicara yang Baik atau Diam
Dalam pandangan Islam, lanjut Husnaini, Rasulullah SAW telah memberi panduan dalam bermedia sosial. “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbicara yang baik atau diam,” kata Rasulullah dalam sebuah hadis riwayat Bukhari. Husnaini mengartikan ini sebagai peringatan untuk menahan diri dalam mengunggah status atau komentar, kecuali yang memiliki manfaat jelas.
Panduan lainnya terdapat pada Surah Al-Hujurat ayat 6, yang mengajarkan untuk meneliti kebenaran informasi atau bertabayun sebelum menyebarkannya.
Husnaini menjelaskan bahwa orang yang cerdas tapi jahat umumnya menciptakan hoaks, lalu orang yang baik tapi kurang kritis menyebarkannya.
Ayat-ayat berikutnya, yakni ayat 11 hingga 13, juga melarang perundungan, saling merendahkan, dan menguliti keburukan orang lain.
“Dalam ayat 13, Allah memerintahkan kita untuk saling mengenal. Artinya, media ini bisa menjadi alat untuk menjalin relasi positif dan berbagi inspirasi,” jelasnya. Husnaini berharap agar pengguna media sosial senantiasa mengingat nilai-nilai ini dalam setiap aktivitas daring mereka.
The post Panduan Bijak Bermedia Sosial: Hindari Jerat Menuju Neraka Jahanam appeared first on Maklumat untuk Umat.