Ketum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir
Penulis: Ketum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir

MAKLUMAT — Muhammadiyah berusia 112 tahun pada 18 November 2024 ini. Merupakan kesyukuran Gerakan Islam yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Kauman Yogyakarta tahun 1912 ini mampu bertahan dan bersambung perjuangannya hingga lebih dari satu abad. Menjadikan Muhammadiyah sebagai Ormas Islam tertua yang masih berkembang maju.

Kemampuan bertahan dan berkembang itu merupakan hasil kerja keras (jihad, badlul juhdi) yang dilandasi keikhlasan dan pemikiran yang luas  (tajdid, ijtihad) dari para  pemimpin dan warga sejak generasi awal hingga saat ini. Semua berbuat optimal tiada kenal lelah berkiprah dalam memajukan Muhammadiyah untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.

Bersama dengan itu dan di atas segalanya karena anugerah dan berkah Allah atas perjuangan Muhammadiyah yang memanfaatkan nikmat Allah untuk kemaslahatan umum.

Allah berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS Ibrahim: 7).

Alhamdulillah apa yang dilakukan Muhammadiyah sungguh besar dan banyak memberi manfaat bagi masyarakat luas. Amal usaha pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, pemberdayaan, serta dakwah dan tajdid yang mencerahkan alam pikiran umat serta masyarakat sungguh tak ternilai harganya. Amal usaha dan karya gerakan yang maju dan meluas di dalam dan luar negeri saat ini sungguh tidak mudah mewujudkannya.

Semua telah berjuang dan berkorban luar biasa. Seluruh anggota, kader, dan pimpinan patut  berterima kasih kepada generasi sebelumnya hingga Muhammadiyah berkembang sebesar ini.

Muhasabah tentu niscaya untuk perbaikan, pengembangan, dan penyempurnaan. Tapi muhasabah jangan mengecilkan apa yang telah diraih Muhammadiyah selama ini dengan sikap negatif dan pesimis tak berkesudahan.

Jangan mengulik kekurangan dan kelemahan tak berkesudahan, yang mengecilkan jejak langkah yang diraih tidak mudah itu. Apalagi sikap negatif itu sebatas bicara dan tidak berbuat  untuk memajukan Muhammadiyah. Jangan seperti Samiri umat Bani Israil yang tak pernah puas atas nikmat Allah. Melihat dan berkata serbaindah itu  jauh lebih mudah ketimbang berbuat dan beramal nyata.

Hukum berbuat itu kadang ada keliru atau tidak berhasil sebagaimana mestinya. Seperti orang berjalan, sebaik apapun mesti ada kesulitan bahkan tersandung. Berbeda dengan orang diam dan hanya bicara serta tidak melakukan sesuatu. Apalagi berbuat yang beresiko.

Orang yang tidak berbuat atau hanya bicara akan tampak bersih dan benar. Maka teruslah berbuat, meski ada risiko. Hal yang terpenting terus berkarya yang terbaik dan menghindari yang buruk, sebagaimana pesan Allah yang artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Baqarah: 195).

Jika keliru dalam berbuat, segera perbaiki dan jangan mengawetkan kekeliruan dan kesalahan. Tapi jangan tidak berbuat dan hanya berkata-kata hanya karena takut salah, sejauh niat dan ikhtiarnya saksama. Jangan pula merasa paling benar dan bersih apalagi semuci dalam berbuat maupun menjalani kehidupan hanya bermodal bicara. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS An Najm : 32).

Bermuhammadiyah memang harus baik dan lurus, namun bersamaan dengan itu mesti berbuat yang melahirkan kemajuan di segala aspek gerakan. Tantangan dan perkembangan ekosistem di sekitar Muhammadiyah makin kompleks. Pergerakan lain di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan misi keagamaan makin maju. Boleh jadi ada yang lebih maju daripada Muhammadiyah. Apalagi dinamika kehidupan umat, bangsa, dan kehidupan global makin sarat masalah dan tantangan kompleks.

Karenanya dalam memperingati Milad ke-112 tidak cukup muhasabah atau koreksi diri tetapi juga maudhu’ah atau memproyeksikan gerakan agar lebih maju, profesional, dan modern menuju Muhammadiyah unggul-berkemajuan sebagaimana amanat Muktamar ke-48 di Surakarta tahun 2022. Tugas dan tanggung jawab para pimpinan dari Pusat sampai Ranting justru berbuat optimal memajukan Muhammadiyah. Apa yang telah dan akan terus dilakukan oleh para pimpinan dalam mambawa dan menjadikan Muhammadiyah unggul-berkemajuan? Jangan diam dan hanya bicara, berbuatlah optimal di dunia nyata!

Para pimpinan Muhammadiyah mesti menjadi pemimpin pergerakan yang berbuat nyata dalam membawa kemajuan. Bukan pemimpin dogmatik-normatif yang serba melarang hinggga organisasi mandek karena tanpa langkah nyata berdampak kemajuan. Tidaklah cukup sekadar bicara kritis ke sana ke mari tanpa membesarkan organisasi. Bukankah Muhammadiyah lahir mendobrak kejumudan dan ketertinggalan, serta pelopor gerakan pembaruan.

Jiwa, pikiran, sikap, dan tindakan para pimpinan Muhammadiyah mesti maju, terbuka,  berlapang dada, dan luas pandangan. Tidak picik, ekslusif, dan sempit wawasan. Bawalah Muhammadiyah inklusif dan bersedia bekerjasama dengan berbagai pihak demi kemajuan Persyarikatan untuk umat dan bangsa.  Itulah sifat  Kepribadian Muhammadiyah.

Muhammadiyah niscaya dibawa maju membaharu. Lihatlah di kanan kiri Muhammadiyah organisasi lain makin dinamis dan maju. Muhammadiyah saat ini dan ke depan di tangan para pemimpinnya yang berjiwa maju niscaya menjadi organisasi unggul berkemajuan. Marwah Muhammadiyah justru berada pada karya nyatanya yang unggul berkemajuan serta memberi kemaslahatan terbaik bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta yang menebar rahmatan lil-‘alamin.

 

 

The post Refleksi Milad ke-112 Muhammadiyah appeared first on Maklumat untuk Umat.

By

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *